Selasa, 25 November 2025

 MEMBEDAH EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FISKAL DAN SOSIAL-EKONOMI YANG DITETAPKAN MENTERI KEUANGAN INDONESIA TERHADAP


Kebijakan fiskal dan sosial-ekonomi yang ditetapkan Menteri Keuangan Indonesia berperan penting dalam menjaga stabilitas ekonomi, mendorong pertumbuhan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Melalui APBN yang responsif dan adaptif, kebijakan fiskal diarahkan untuk menjaga stabilitas makroekonomi, sementara kebijakan sosial-ekonomi difokuskan pada pengurangan kesenjangan dan peningkatan kesejahteraan.

Strategi utamanya mencakup penguatan pendapatan negara dan pengelolaan belanja yang efektif. Meskipun menghadapi tantangan seperti ketidakpastian global dan fluktuasi harga komoditas, manajemen kebijakan yang cermat dan berbasis data diperlukan agar pertumbuhan ekonomi tetap inklusif dan berkelanjutan. Keberhasilan jangka panjang bergantung pada kemampuan Menteri Keuangan menyeimbangkan stabilitas fiskal dengan kebutuhan sosial masyarakat.

A.  Kebijakan Fiskal dan Pengelolaan Keuangan Negara

Pada tahun 2025, Kementerian Keuangan menerapkan kebijakan fiskal dengan memanfaatkan dana sekitar Rp200 triliun hasil penerimaan pajak yang kemudian diputarkan kembali ke masyarakat. Tujuannya adalah mendorong pelaku UMKM agar lebih aktif mengambil kredit dan mengembangkan usaha.

Namun, kebijakan tersebut lebih tepat dikategorikan sebagai pengelolaan kas negara atau manajemen arus kas, bukan kebijakan fiskal secara langsung. Adapun kebijakan fiskal lebih berkaitan dengan pengelolaan pajak, penerimaan negara, serta kebijakan belanja melalui APBN, seperti pada masa pandemi saat dilakukan penyesuaian PPN.

Menariknya, kondisi fiskal Indonesia pada tahun 2025 menunjukkan peredaran uang yang positif hingga 7%, setelah sebelumnya sempat stagnan di angka 0%. Hal ini menjadi indikator adanya pemulihan ekonomi yang cukup baik.

B.  Kebijakan Sosial dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Pemerintah meluncurkan berbagai program sosial dan ekonomi, antara lain pemberdayaan masyarakat, bantuan sosial (bansos), peningkatan akses pendidikan, dan pembangunan infrastruktur. Program-program seperti MBG dan Koperasi Merah Putih juga berperan dalam mengurangi beban pengeluaran masyarakat, khususnya orang tua.

Dalam bidang energi, kebijakan subsidi BBM dan gas LPG 3 kg bertujuan mengurangi kemiskinan. Namun, permasalahan muncul karena subsidi sering tidak tepat sasaran. Misalnya, ketika harga Pertalite dan LPG naik pada tahun 2024, anggaran subsidi membengkak cukup besar. Meski demikian, manfaat tetap dirasakan jika subsidi diberikan kepada pihak yang berhak, seperti penerima KIP. Pemerintah kini berupaya memperbaiki sistem pengawasan agar penyaluran bantuan lebih tepat sasaran.

C.  Tantangan dalam Subsidi dan Bansos

Pemerintah menarik kembali dana menganggur di BUMN untuk mendukung pembiayaan subsidi, meskipun harga komoditas tetap tinggi. Ketergantungan terhadap subsidi menimbulkan beban besar pada anggaran negara. Ketika subsidi dicabut, harga pasar tidak selalu turun, sehingga efektivitasnya perlu dikaji ulang.

Tantangan utama terletak pada ketepatan sasaran bansos. Banyak masyarakat mampu yang masih menerima bantuan, sementara masyarakat miskin belum seluruhnya terjangkau. Pemerintah harus memperkuat pendataan agar bantuan tepat sasaran dan benar-benar menyentuh masyarakat yang membutuhkan. Selain itu, penciptaan lapangan kerja, terutama bagi tenaga kerja low skill yang terdampak dari sektor industri, menjadi fokus penting dalam menjaga stabilitas ekonomi dan sosial.




Referensi:


What’s Inside Himajemen UGJ  Hayo… siapa yang kepo sama Himajemen UGJ? Yuk kepoin bareng! HIMAJEMEN UGJ          Himpunan Mahasiswa Prodi Ma...