MEMBEDAH EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FISKAL DAN SOSIAL-EKONOMI YANG DITETAPKAN MENTERI KEUANGAN INDONESIA TERHADAP
Kebijakan
fiskal dan sosial-ekonomi yang ditetapkan Menteri Keuangan Indonesia berperan
penting dalam menjaga stabilitas ekonomi, mendorong pertumbuhan, dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Melalui APBN yang responsif dan adaptif,
kebijakan fiskal diarahkan untuk menjaga stabilitas makroekonomi, sementara
kebijakan sosial-ekonomi difokuskan pada pengurangan kesenjangan dan
peningkatan kesejahteraan.
Strategi
utamanya mencakup penguatan pendapatan negara dan pengelolaan belanja yang
efektif. Meskipun menghadapi tantangan seperti ketidakpastian global dan
fluktuasi harga komoditas, manajemen kebijakan yang cermat dan berbasis data
diperlukan agar pertumbuhan ekonomi tetap inklusif dan berkelanjutan.
Keberhasilan jangka panjang bergantung pada kemampuan Menteri Keuangan
menyeimbangkan stabilitas fiskal dengan kebutuhan sosial masyarakat.
A. Kebijakan Fiskal dan
Pengelolaan Keuangan Negara
Pada tahun 2025, Kementerian Keuangan
menerapkan kebijakan fiskal dengan memanfaatkan dana sekitar Rp200 triliun
hasil penerimaan pajak yang kemudian diputarkan kembali ke masyarakat.
Tujuannya adalah mendorong pelaku UMKM agar lebih aktif mengambil kredit dan
mengembangkan usaha.
Namun, kebijakan tersebut lebih tepat
dikategorikan sebagai pengelolaan kas negara atau manajemen arus kas, bukan
kebijakan fiskal secara langsung. Adapun kebijakan fiskal lebih berkaitan
dengan pengelolaan pajak, penerimaan negara, serta kebijakan belanja melalui
APBN, seperti pada masa pandemi saat dilakukan penyesuaian PPN.
Menariknya, kondisi fiskal Indonesia
pada tahun 2025 menunjukkan peredaran uang yang positif hingga 7%, setelah
sebelumnya sempat stagnan di angka 0%. Hal ini menjadi indikator adanya
pemulihan ekonomi yang cukup baik.
B. Kebijakan Sosial dan
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Pemerintah meluncurkan berbagai program
sosial dan ekonomi, antara lain pemberdayaan masyarakat, bantuan sosial (bansos),
peningkatan akses pendidikan, dan pembangunan infrastruktur. Program-program
seperti MBG dan Koperasi Merah Putih juga berperan dalam mengurangi beban
pengeluaran masyarakat, khususnya orang tua.
Dalam bidang energi, kebijakan subsidi
BBM dan gas LPG 3 kg bertujuan mengurangi kemiskinan. Namun, permasalahan
muncul karena subsidi sering tidak tepat sasaran. Misalnya, ketika harga
Pertalite dan LPG naik pada tahun 2024, anggaran subsidi membengkak cukup
besar. Meski demikian, manfaat tetap dirasakan jika subsidi diberikan kepada
pihak yang berhak, seperti penerima KIP. Pemerintah kini berupaya memperbaiki
sistem pengawasan agar penyaluran bantuan lebih tepat sasaran.
C. Tantangan dalam Subsidi dan Bansos
Pemerintah
menarik kembali dana menganggur di BUMN untuk mendukung pembiayaan subsidi,
meskipun harga komoditas tetap tinggi. Ketergantungan terhadap subsidi
menimbulkan beban besar pada anggaran negara. Ketika subsidi dicabut, harga
pasar tidak selalu turun, sehingga efektivitasnya perlu dikaji ulang.
Tantangan
utama terletak pada ketepatan sasaran bansos. Banyak masyarakat mampu yang
masih menerima bantuan, sementara masyarakat miskin belum seluruhnya
terjangkau. Pemerintah harus memperkuat pendataan agar bantuan tepat sasaran
dan benar-benar menyentuh masyarakat yang membutuhkan. Selain itu, penciptaan
lapangan kerja, terutama bagi tenaga kerja low skill yang terdampak dari
sektor industri, menjadi fokus penting dalam menjaga stabilitas ekonomi dan
sosial.
Referensi: