Tahukah Mamen! Kalo Indonesia pernah mengalami krisis moneter, loh!
Ketika kami mengakses di internet mengenai krisis perekonomian Indonesia. Kami mendapat ulasan, bahwa Indonesia pernah mengalami krisis ekonomi sebanyak tiga kali, yaitu tahun 1997-1998, tahun 2008, dan tahun 2020 atau pada saat Pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Pada postingan kali ini, kami akan mengulas mengenai krisis ekonomi di Indonesia tahun 1997-1998.
Krisis moneter pernah melanda Indonesia sejak awal Juli 1997, dan berlangsung hampir dua tahun, bahkan mengakibatkan krisis ekonomi, yaitu lumpuhnya kegiatan ekonomi karena semakin banyak perusahaan yang tutup dan meningkatnya jumlah pekerja yang menganggur. Krisis ekonomi tersebut tidak sepenuhnya disebabkan oleh krisis moneter, melainkan disebabkan juga oleh permasalahan nasional yang datang terus-menerus di tengah sulitnya ekonomi hingga peristiwa kerusuhan yang terjadi pada pertengahan Mei 1998.
Berdasarkan buku yang ditulis oleh Frederic S Mishkin yang berjudul “Monetary Policy Strategi” Krisis Moneter adalah sebuah krisis yang berkaitan dengan masalah keuangan negara. Namun lain krisis finansial atau krisis keuangan. Krisis moneter ini ditandai dengan keadaan keuangan yang tidak stabil akibat lembaga keuangan dan nilai tukar mata uang yang tidak berfungsi sesuai dengan harapan.
Awal mula krisis moneter di Indonesia adalah akibat dari adanya krisis ekonomi di Thailand pada Juli 1997. Saat itu, mata uang bath tiba-tiba anjlok. Hal tersebut, memberikan dampak yang sangat serius terhadap negara tetangganya, seperti Korea Selatan, Malaysia, dan termasuk Indonesia. Krisis keuangan di wilayah Asia ini menjadi krisis global ketika hal yang sama juga melanda Rusia dan Brasil pada tahun 1999, serta Argentina dan Turki pada tahun 2001.
The Kian Wie dalam The Emergence of A National Economy (2002:236) menyebutkan negara-negara Asia Tenggara menjadi sasaran spekulan internasional. Ada dua hal yang memicu, yakni pematokan mata uang yang dianggap sudah tidak sesuai dengan kondisi terkini dan terjadinya “gelembung ekonomi”. Serangan para spekulan membuat mata uang di Asia Tenggara semakin jatuh.
Selanjutnya, pada 11 Juli 1997 Filipina mengambangkan Peso untuk mengatasi kejatuhan mata uang. Sementara, Indonesia melakukan pelebaran kurs intervensi rupiah dari 8% menjadi 12% pada 11 Juli 1997, setelah melakukan pelebaran sebanyak enam kali sejak 1994. Setelah kisaran pergerakan rupiah diperlebar, mata uang ini malah anjlok hingga 7%. Ketidakstabilan mata uang di Asia Tenggara membuat para manajer keuangan internasional menarik dana mereka. Sehingga, rupiah makin terpuruk dan pada 14 Agustus 1997 Indonesia akhirnya memutuskan untuk melakukan penghapusam rentang kurs intervensi. Setelah 14 Agustus 1997 dilakukan intervensi dalam pasar valas untuk menghadapi tekanan yang timbul setelah pelebaran kurs intervesi.
Selama Juli hingga Desember 1997, rupiah mengalami depresiasi yang sangat besar, berdasarkan kajian Bank Dunia bertajuk Indonesia in Crisis, A Macroeconomic Update yang diterbitkan pada Juli 1998, nilai rupiah terhadap dolar AS merosot 10.7% pada Juli, 25,7% pada Agustus, 39,8% pada September, 55,6% pada Oktober dan November, serta 109,6% pada Desember.
Pelemahan rupiah awalnya terjadi setelah para investor menarik dananya dari Indonesia. Kondisi itu diperparah karena banyaknya perusahaan meminjam dalam bentuk valuta asing. Dalam kondisi rupiah yang jatuh terhadap dolar, porsi utang mereka langsung membengakak. Korporasi mulai berburu dolar untuk mengantisipasi utang-utang yang jatuh tempo. Ini lantaran kebanyakan utang korporasi berjangka pendek. Saat rupiah diambangkan atas dolar, perburuan dolar semakin hebat. Situasinya, pasokan dolar menipis, sementara permintaan melonjak.
Boediono dalam Ekonomi Indonesia dalam Lintasan Sejarah (2016) menuliskan pemerintah dan Bank Indonesia kemudian memperketat kebijakan moneter dan fiskal untuk mengatasi kondisi tersebut. Dari sisi moneter, suku bunga SBI dinaikan dari 11,625% menjadi 30%. Gebrakan Sumarlin, yang dilakukan untuk mencegah efek devaluasi pada 1987. Dari sisi fiskal, pemerintah mengatur ulang APBN dan menunda proyek-proyek raksasa yang menyerap dana cukup besar. Menurut Boediono, total nilai proyek yang ditunda mencapai 13 miliar dolar AS. Namun, kondisi tak kunjung membaik. Aliran modal keluar semakin besar meski kebijakan moneter dan fiskal sudah ditetapkan. Investor asing terus keluar dari Asia Tenggara termasuk Indonesia, sehingga menyebabkan rupiah semakin melemah dan likuiditas mengering. Di satu sisi, pemerintah semakin kepayahan karena cadangan devisa kian tergerus untuk mempertahankan rupiah. Akhirnya, pemerintah Soeharto meminta bantuan IMF awal Oktober 1997.
Dilansir dari accurate.id, IMF atau International Monetary Fund atau Dana Moneter Internasional adalah organisasi internasional yang bergerak dalam masalah keuamgan dan juga memberikan pinjaman pada setiap negara anggotanya. Tujuan dari IMF ini adalah untuk meningkatkan perkembangan ekonomi secara global dan juga menjaga stabilitas keuangan, meningkatkan perdagangan internasional, dan juga mengurangi tingkat kemiskinan.
Kembali kepada pembahasan tadi, yaitu ketika Soeharto meminta bantuan IMF. Selanjutnya, Perundingan dengan IMF ini menghasilkan letter of intent pertama pada 31 Oktober 1997, dari precautionary menjadi standby arrangement. The Kian Wie, megutip Soesastro & Basri, menyebutkan Indonesia akhirnya mendapatkan komitmen standby loan sebesar 43 miliar dolar AS. Sebesar 12,3 miliar dolar AS berasal dari IMF, sisanya dari Bank Dunia, ADB, dan negara-negara tetangga seperti Jepang dan Singapura.
Pada tahap pertama ini, IMF mencairkan 3 miliar dolar AS. Untuk pencairan dana tersebut, Indonesia harus menyepakati letter of intent yang isinya “ramuan resep” dari IMF guna membantu memulihkan ekonomi Indonesia. Pada letter of intent pertama, salah-satu point nya yaitu pemerintah harus menutup dan mencabut ijin 16 bank yang sedang tidak baik sebagai upaya untuk membenahi sektor perbankan. Namun, kebijakan IMF tersebut membuat kondisi ekonomi makin sulit, penutupan 16 bank malah memicu pudarnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. Apalagi penutupan dilakukan tanpa memberikan jaminan untuk simpanan masyarakat. Penarikan dana nasabah tidak hanya dalam bentuk uang tunai melainkan juga melalui kriling. Karena itu banyak bank yang saldo gironya di Bank Indonesia menjadi negatif. Deposan-deposan besar menarik dananya dari perbankan swasta. Bank Indonesia sampai harus menerbitkan fasilitas darurat untuk memenuhi kebutuhan likuiditas. Merespon ini, kreditur asing memangkas batas suku bunga antarbank dan menolak konfirmasi letters of credit atau L/C dari bank-bank lokal Indonesia. Bank Dunia dalam kajiannya mencatat akibat hal ini, ru;iah semakin anjlok dari Rp 3.250 menjadi Rp 4.000 per dilar AS.
Pada 9 Desember 1997 pelemahan rupiah semakin dalam saat kabar Presiden Soeharto membatalkan kunjungan ke Kuala Lumpur. Menurut laporan Bank Dunia, kondisi kian genting saat APBN yang diajukan pemerintah pada 6 Januari 1998 direspon negatif oleh pasar karena dianggap terlalu optimis dan tidak kredibel. Pada tiga pekan pertama Januari 1998, rupiah terdepresiasi dari Rp 4.850 menjadi Rp 13.600 per dolar AS, bahkan sempat menyentuh Rp 17.000 per dolar AS.
Pada 15 Januari 1998 presiden Soeharto menandatangani letter of intent yang kedua. Pinjaman IMF tersebut kemudian dicairkan secara bertahap hingga 2003. Namun, kondisi ekonomi Indonesia semakin buruk.
Pemerintah kemudian mengeluarkan pengumuman yang dapat meredam laju pelemahan rupiah, yaitu merestrukturisasi bank-bank bermasalah dan mengatasi utang-utang swasta yang jatuh tempo. Kepercayaan masyarakat bertambah saat 8 April 1998 disepakati letter of intent ketiga dengan IMF. Masalah finansial yang terus menerus disertai dengan kondisi politik yang semakim buruk.
Pada Mei 1998 adanya kerusuhan di berbagai wilayah yang akhirnya tepat 21 Mei 1998 Soeharto mundur dari jabatannya sebagai Presiden. Pada masa itu, rupiah mengalami krisis hingga 50% dari Rp 8.000 per dolar AS pada awal Mei, menjadi Rp 16.000 per dolar AS pada Juni. Pada 31 Desember 1998 nilai rupiah mulai bangkit dan dihargai Rp 8.000 per dolarnya.
Pada pergantian sistem politik baru dan awal pemulihan yang diawali dengan naiknya jabatan Bacharuddin Jusuf Habibie sebagai wakil presiden kabinet terakhir Soeharto, maka berdasarkan hukum, karena Presiden Soeharto mundur, alhasil BJ. Habibie mengisi atau menggantikan posisi Soeharto sebagai Presiden RI.
Di bawah kepemimpinan BJ. Habibie, pemerintah melakukan restrukturasi dan rekapitulasi perbankan melalui pembentukan BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) dan unit Pengelola Aset Negara. Kemudian, pemerintah juga melikuidasi beberapa bank yang bermasalah. Selain itu, pemerintah mengikuti sejumlah langkah reformasi ekonom yang diisyaratkan Dana Moneter Internasional (IMF) melalui Structural Adjusment Program (SAP).
Pada Juni 1998 dibuat perjanjian keempat dengan IMF yang memungkinkan terjadinya defisit anggran yang lebih longgar sementara dana baru dialirkan ke dalam perekonomian. Dalam beberapa bulan, nilai tukar rupiah mulai menguat sejak pertengahan Juni 1998 yang bernilai Rp 16.000 per dolar AS menjadi Rp 8.000 per dolar AS pada bulan Oktober. Selain itu, inflasi membaik secara drastis, saham-saham di Bursa Efek Indonesia mulai bangkit dan ekspor non-migas mulai hidup kembali menjelang akhir tahun. Namun, sektor perbankan masih mengalami krisis karena adanya jumlah kredit bermasalah yang sangat tinggi dan bank masih sangat ragu untuk meminjamkan uang. Namun demikian, perekonomian Indonesia mulai membaik secara bertahap selama tahun 1999, yang sebagian besar diakibatkan oleh membaiknya lingkungan internasional yang menyebabkan kenaikan pendapatan ekspor.
Sumber :
_____________.2019.Belajar dari Pengalaman Menghadapi Krisis Ekonomi Dunia.INDONESIA.GO.ID.
Diakses pada Senin, 17 Mei 2021 jam 11.19 WIB Link: https://www.indonesia.go.id/narasi/indonesia-dalam-angka/belajar-dari-pengalaman-menghadapi-krisis-ekonomi-dunia.
Adryanto.2021.23
Tahun Reformasi: 4 Penyebab Utama Krisis Moneter 1998, Nilai Mata Uang Anjlok.Jakarta:TEMPO.CO.
Diakses pada Senin, 17 Mei 2021 jam 11.34 WIB Link: https://www.google.com/amp/s/bisnis.tempo.co/amp/1461833/23-tahun-reformasi-4-penyebab-utama-krisis-moneter-1998-nilai-mata-uang-anjlok.
Gischa,Serafica.2019.Krisis
Moneter: Pengertian dan Dampaknya.Kompas.com.
Diakses pada Senin, 17 Mei 2021 jam 08.41 WIB Link: https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/skola/read/2019/12/20/090000969/krisis-moneter-pengertian-dan-dampaknya.
Ismail,Ibnu.2021.IMF adalah: Pengertian, Kegiatan, dan
Sejarah Terbentuknya
IMF:Accurate.id
Diakses pada Jumat,
21 Mei 2021 jam 18.54 WIB. Link:
https://accurate.id/ekonomi-keuangan/imf-
adalah/#:~:text=IMF%20adalah%20singkatan%20
dari%20internasional%20Monetary%2020Fund%20atau%20Dana%20Moneter%20Internasional.
Karmeli,Elly
dan Siti Fatimah.2008.Krisis Ekonomi Indonesia.Journal of Indonesian Applied
Economic.Sumbawa.Vol 2(2) hal 165-166
Nurita,Dewi dan Kodrat Setiawan.2018.20 Tahun Reformasi: Resep IMF, Obat Krisis 1997-1998?.Jakarta:TEMPO.CO.
Diakses pada Senin, 17 Mei 2021 jam 12.30 WIB. Link: https://www.google.com/amp/s/bisnis.tempo.co/amp/1088662/20-tahun-reformasi-resep-imf-obat-krisis-1997-1998.
Pramisti,Nurul Qomariyah.2020.Krisis Moneter 1997/1998 adalah Periode Terkelam Ekonomi Indonesia:Tirto.id.
Diakses pada Senin, 17 Mei 2021 jam 09.58 WIB Link: https://www/google.com/amp/s/amp.tirto.id/krisia-moneter-1997-1998-adalah-periode-terkelam-ekonomi-indonesia.fbYV
Saragih,Houtmand
P.2019.Begini Cara Habibie Jinakkan Rupiah Saat Krismon.Jakarta:CNBC
Indonesia.
Diakses pada Senin, 17 Mei 2021 jam 12.20 WIB Link: https://www.cnbcindonesia.com/market/20190912094031-17-98863/begini-cara-habibie-jinakkan-rupiah-saat-krismon.
Tarmidi,Lepi T.2003.Krisis
Moneter Indonesia: Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran:Reaearch.
Diakses pada Senin, 17 Mei 2021 jam 08.30 WIB Link: https://www.researchgate.net/publication/228723786-krisis-moneter-indonesia-sebab-dampak-peran-imf-dan-saran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar