Selasa, 22 Juni 2021

[ECONOMIC FACTS] #7 : NEGARA DENGAN TINGKAT INFLASI TERTINGGI


Suatu perekonomian dikatakan mengalami perubahan akan perkembangannya apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi daripada yang dicapai pada masa sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi dapat terhambat jika terjadinya Inflasi.Inflasi merupakan proses kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus. Inflasi sebagai indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi.

Banyak hal yang menyebabkan terjadinya inflasi, di antaranya yaitu : 

1. peningkatan biaya produksi, 

2. peredaran uang di masyarakat lebih tinggi dibandingkan dengan yang dibutuhkan, dan,

3. Terjadinya lonjakan terhadap permintaan jenis barang atau jasa tertentu yang terjadi secara menyeluruh.

Serta inflasi sendiri menimbulkan dampak positif dan negatif bagi perekonomian di antaranya yaitu : Untuk dampak positif,bagi sebagian pihak, misalnya debitur (orang yang menerima utang) akan mendapatkan untung karena dengan adanya inflasi, uang yang dia kembalikan akan mempunyai nilai lebih rendah dibanding saat meminjam. Ketika inflasi, bank central cenderung akan menaikkan suku bunga. Jika bunga naik nilai uang turun. Orang-orang yang mendapat untung dengan adanya inflasi antara lain para pengusaha yang mempunyai pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan kenaikan biaya produksinya. Jika harga barang naik (saat inflasi), produsen akan terdorong untuk meningkatkan jumlah barangnya. Nah, peningkatan jumlah barang ini tentu akan meningkatkan penghasilan produsen. Apalagi kalau barang yang dijual merupakan kebutuhan pokok yang akan tetap dibeli orang banyak meskipun harganya naik.

Di sisi lain, dari dampak negatifnya kita bisa lihat dari berbagai subjek, misalnya; pertama darimsisi kreditur; , dari adanya inflasi, nilai uang yang diterima para kreditur/pemberi pinjaman akan lebih kecil dibandingkan saat dia meminjamkan (sebelum terjadinya inflasi). Kedua, dari sisi orang-orang yang berpenghasilan tetap; harga-harga barang akan naik, sementara pendapatan yang mereka terima tidak ikut naik. Inflasi bisa menurunkan tingkat kesejahteraan rakyat karena daya belinya yang semakin rendah. Ketiga, sisi perekonomian nasional; (1)memburuknya distribusi pendapatan. Inflasi akan menguntungkan bagi mereka yang berpenghasilan lebih dari lajunya inflasi. Akan tetapi, jumlah orang-orang yang mengalami kerugian lebih banyak dari itu. Pola pembagian di suatu negara menjadi berat sebelah dan tidak merata. (2) terganggunya stabilitas ekonomi. inflasi akan menyebabkan terganggunya stabilitas ekonomi. Hal ini dikarenakan sewaktu terjadi inflasi, pasti akan ada kemungkinan bahwa inflasi akan berlangsung terus menerus, yang berarti, harga-harga akan terus naik. Oleh karena itu, para konsumen memutuskan untuk melakukan pembelian besar-besaran sebelum harga naik, yang menyebabkan permintaan meningkat. Di sisi lain, produsen akan menurunkan penawaran, karena proses penjualan ketika inflasi akan menyebabkan produsen mendapat keuntungan yang lebih besar. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa naiknya permintaan dan menurunnya penawaran akan mempercepat laju inflasi. Hasilnya, kondisi ekonomi secara umum akan menjadi lebih buruk lagi.

Nah, Mamen! Pada postingan ini, selain saya membahas sekilas mengenai teori inflasi seperti di atas. Di bawah ini, saya akan memaparkan satu kasus negara yang mengalami tingkat inflasi yang tinggi.

Jika berbicara mengenai negara yang pernah mengalami tingkat inflasi yang sangat tinggi. Mamen pasti tidak akan lupa menyebutkan satu negara ini yang bahkan telah mencapai hiperinflasi. Ya, negara tersebut adalah Negara Zimbabwe. Republik Zimbabwe adalah salah satu negara yang berada di Afrika Selatan. Menurut Wikipedia, Perekonomian Zimbabwe terus mengalami penurunan setiap tahunnya. Sehingga,Zimbabwe adalah negara dengan tingkat inflasi tertinggi di dunia. Bank Sentral Zimbabwe telah mengeluarkan empat versi mata uang hingga sampai ini. Terakhir kali bank sentral Zimbabwe mengeluarkan pecahan $100.000.000.000.000 (100 triliun dolar) uang lama digantikan menjadi $1 uang baru. Dengan ekonomi yang sangat buruk ini, bank sentral Zimbabwe pun memperbolehkan rakyatnya menggunakan mata uang dolar Amerika untuk menstabilkan kembali ekonomi Zimbabwe. Lalu, bagaimana kronologi nya? Yuk simak ringkasannya di bawah ini.

Sejak Zimbabwe berdiri hingga saat ini, perekonomian Zimbabwe terus mengalami penurunan. Laju inflasi di Zimbabwe rata-rata 53.081,99 perse di tahun 1999 sampai dengan tahun 2015. pada Juli 2008 Zimbabwe mencapai tingakat paling tinggi sepanjang masa yaitu 2.660.522,20 persen (2,6 juta persen).

Pada tahun 1980-1990 pertumbuhan ekonomi Zimbabwe berhasil mencapai rata-rata 4%. Namun, tahun 2000 merupakan titik balik utama perekonomian Zimbabwe. Di mana hasil pertanian dan peternakan yang merupakan sektor utama Zimabwe dalam bidang ekspor. Dalam banyak kasus, peternakan dan pertanian di sana diolah dan diatur oleh pejabat yang kurang memahami dalam bidang tersebut. Latar belakang dari kasus tersebut bisa di paparkan secara singkat, seperti ini; Zimbabwe dikenal sebagai Rhodesia Selatan sebuah negara yang menerapkan apartheid. Perdana mentri kulit putih terakhir adalah Ian Smith yang turun tahun 1979. Pada jaman itu, Rhodesia adalah negara penghasil pangan di Afrika bagian selatan yang makmur. Tanah pertanian di sana dikelola oleh petani-petani orang kulit putih, sedangkan orang kulit hitam banyak menjadi buruh. Ketika pergantian nama Rhodesia menjadi Zimbabwe pada tahun 1979, peran orang kulit putih berkurang, terlebih ketika tahun 1980 Mugabe menjadi presiden dan memimpin Zimbabwe. Kecemburuan sosial antara kaum kulit putih dengan kaum kulit hitam mulai bergejolak dan memunculkan isu tanah. Zanu, partai yang berkuasa pada masa itu menyebutkan bahwa 70% dari tanah yang dikomersil dikuasai oleh kaum putih yang jumlahnya hanya 1% dari populasi. Dan pada tahun 2000 Robert Mugbe mulai menjarahi tanah-tanah pertanian milik kaum kulit putih yang produktif dan terampil untuk dibagikan kepada orang kaum kulit hitam yang kurang mampu dalam mengolahnya. Akibat dari itu, produksi pangan negara Zimbabwe jatuh. Zimbabwe yang dulunya terkenal sebagai eksportir bahan pangan untuk negara-negara sekitarnya mengalami krisis pangan hingga sekarang. Akibat dari kurangnya strategi dan tidak mampu mengolahnya, pada tahun 2000 inflasi di Zimbabwe mencapai lebih dari 55%, kemudian di tahun 2001 infalsi di negara tersebut meningkat signifikan mencapai lebih 112%. Di samping itu, tanah di Zimbabwe terus didistribusikan, modal negara tersebut terbang keluar negeri. Pemberi modal pun kehilangan kepercayaan kepada negara Zimbabwe. Sehingga inflasi negara Zimbabwe tahun 2003 mencapai 598% dan dolar Zimbabwe pun mulai runtuh.

Ketika barang esensial diimpor ke Zimbabwe dan mata uang di negara tersebut melemah, sehingga produk-produk seperti makanan dan tempat tinggalpun sangat mahal. Tahun 2006, Dr Gideon Gono sebagai kepala The Reserve Bank of Zimbabwe, melakukan re-evaluasi, yaitu mata uang baru akan dicetak. Dolar baru yang dicetak tersebut bernilai 1000 dolar. Inflasi tahun 2006 adalah 1.281% angka ini terus meningkat hingga 2.2 juta % di tahun 2008. hal tersebut membuat mata uang Zimbabwe kehilangan daya belinya.

Di masa pandemi Covid-19 inflasi Zimbabwe pun berada diambang gejolak. Artikel yang di unggah pada Juni 2020 menyebutkan, bahwa tingkat inflasi Zimbabwe bulan Mei 2020 mencapai 785,6%. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan perekonomian Zimbabwe akan kembali terkontraksi 10,4 % tahun 2020, setelah tahun 2019 berada di titik minus 12,8%.

Bank Sentral Zimbabwe memperkenalkan kembali mata uang semu Zimbabwe Dolar (ZWD) Juni tahun lalu setelah memutusakn untuk tidak lagi mengikuti nilai tukar dolar AS sebagai acaun empat bulan sebelumnya. RBZ menetapkan US$ 1 sebesar 25 ZWD bulan lalu, secara sepihak. Pada 26 Juni 2020,  militer yang tergabung dalam Komando Operasi Bersama (JOC) memaksa pemerintah menutup Bursa Efek Zimbabwe yang dikelola swasta. Transfer uang secara elektronik juga ditutup, padahal transfer elektronik adalah urat nadi perdagangan Zimbabwe. Langkah tersebut diambil setelah nilai tukar ZWD terhadap dolar di pasar gelap anjlok melebihi 100, sedangkan kurs resmi 57.

Zanu-PF sebagai partai yang berkuasa, kini terlibat sengketa dengan perusahaan asurasi Old Mutual karena merusak sistem keuangan negara. Perusahaan tersebut memiliki nilai tukar sendiri yang digunakan beberapa perusahaan untuk bertransaksi.

Mei 2020, RBZ mulai mencetak uang dengan harapan dapat mengumpulkan US$ 720 juta untuk membangun sektor industri. Langkah tersebut membuat mata uang lokal anjlok dan inflasi melesat. Tanpa mata uang yang stabil, Zimbabwe tidak bisa mengimpor. Rakyatnya menghadapi kelangkaan makanan, bahan bakar, dan peralatan medis di tengah-tengah pandemi Covid 19.

Juli 2020 inflasi Zimbabwe mwncapai 837%, Agustus 2020 turun menjadi 761% menyusul penerapan sistem perdagangan lelang valuta asing yang membawa stabilitas ke pasar valuta asing. November 2020 tingkat inflasi negara Zimbabwe sebesar 401,66% dan laju inflasi bulan Desember 2020 turun menjadi 348,59%.

Pada saat berbagai negara menyatakan pemberian vaksin bagi penduduknya, sikap berbeda pun telah dinyatakan oleh Pemerintah Zimbabwe. Presiden Zimbabwe, Emmerson Mnangagwa, mengatakan masyarakat di sana tidak akan dipaksa untuk mendapatkan vaksin. Namun, dia juga menambahkan bahwa orang yang tidak divaksin tidak akan mendapatkan pekerjaan.

Vaksinasi sendiri merupakan salah satu kunci untuk dapat memulihkan perekonomian di saat pandemi Covid-19. Zimbabwe sendiri telah menerima 200.000 dosis vaksin dari Tiongkok yang dibuat Sinopharm. Sejauh ini, kasus Covid-19 di Zimbabwe mencapai 36.896 dan 34.698 di antaranya berhasil disembuhkan per 2 April 2021.

Sedikit cerita yang saya telusuri di internet, ada beberapa contoh kasus dari inflasi di Zimbabwe ini. Misalnya, ketika masyarakat Zimbabwe  ingin naik bus atau angkutan umum, meraka harus mengekuarkan uang sebesar 3 triliun dolar Zimbabwe yang setara dengan 50 sen mata uang Amerika dan setara dengan 5000 rupiah. Fakta lainnya, ketika Zimbabwe mengalami hiperinflasi, kas negara tersebut sebesar US$ 217 atau setara dengan 2,06 juta (Rp 9.500/US$) yang tersimoan di bank. Dana tersebut merupakan anggaran pemerintah untuk kepentingan publik. Fakta lainnya yaitu World Food Program (WFP) memberikan berbagai bantuan kemanusiaan berupa pemberian nutrisi, pemberdayaan petani lokal, bantuan sosail, dan beberapa bantuan lainnya. International Monetary Fund (IMF) juga membertikan perhatian khusus terhadap Zimbabwe, namun bukan berupa pemberian pinjaman, melainkan membantu dan mereformasi perekonomian yang ada di negara tersebut. Sedangkan Afrika Union juga membantu Zimbabwe menghadapi hiperinflasi dengan memperkuat kerjasama multilateral antar berbagai negara.

Tapi, Mamen.. Ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa tingkat inflasi Zimbabwe yang menjadikan negara tersebut miskin, sebenarnya tidak mutlak negara tersebut miskin. Negara tersebut hanya mengalami kesenjangan sosial atau kesenjangan ekonomi yang sangat timpang. Terbukti dari ketika masyarakat Zimbabwe kesusahan dalam mencari makan dan membeli barang-barang pokok, namun di sisi lain kondisi ekonomi Presiden Zimbabwe yaitu Robert Mugbe (Presiden Zimbabwe dulu) memiliki istana yang sangat mewah. Lalu, bagaimana pendapat kalian, Mamen?


Sumber :

Ayu, Ameliana. (240515). Sejarah Inflasi Negara Zimbabwe. Diakses pada Jumat, 18 Juni 2021 jam 11.29. Link https://amelianaayu.wordpress.com/2015/06/24/sejarah-inflasi-negara-zimbabwe/

Baskoro, Faisal. (170620). Inflasi 785% di Tengah-tengah Covid-19 di Zimbabwe di Ambang Gejolak. Diakses pada Sabtu, 19 Juni 2021 jam 13.20. Link : https://www.beritasatu.com/dunia/656611/inflasi-785-di-tengahtengah-covid19-zimbabwe-di-ambang-gejolak

BitarPengertian inflasi, jenis, efek, mencegah, pengangguran, kebijaksanaan, para ahli. Di akses pada Sabtu, 19 Juni 2021 jam 20.20 WIB. Link : https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-inflasi/ diakses pada 13 April 2021.

Diniari, Embun Bening. Dampak Positif dan Negatif Inflasi terhadap Negara. Diakses pada Sabtu, 19 Juni 2021 jam 13.30 WIB. Link : https://www.ruangguru.com/blog/dampak-positif-dan-negatif-inflasi-terhadap-negara?hs_amp=true

Ilafi, Anoraga. (180421). 5 Fakta Krisis Ekonomi Hiperinflasi yang Dialami Negara Zimbabwe. Diakses pada Sabtu, 19 Juni 2021 jam 14.30. Link : https://www.idntimes.com/science/discovery/anoraga-ilafi/fakta-krisis-ekonomi-hiperinflasi-zimbabwe-c1c2/5

Suzanita.(161108). Inflasi di Zimbabwe. Diakses pada Jumat, 18 Juni 2021 jam 10.45. Link https://suzannita.wordpress.com/2008/11/16/inflasi-di-zimbabwe/

P Eko Ardy, dkk.(030516).Negara Hyperinflasi Zimbabwe. Diakses pada Jumat, 18 Juni 2021 jam 11.45. Link :https://ardyeko.wordpress.com/2016/06/03/negara-hyperinflasi-zimbabwe/

Wikipedia.Zimbabwe. Diakes pada  Sabtum 19 Juni 2021 jam 10.20 WIB. Link https://id.wikipedia.org/wiki/Zimbabwe

Wirawan, Unggul (120121). Inflasi Zimbabwe Turun 348% pada Desember 2020. Diakses pada Sabtu, 19 Juni 2021 jam 14.20. Link : https://www.beritasatu.com/dunia/718925/inflasi-zimbabwe-turun-jadi-348-pada-desember-2020#:~:text=Harare%2C%20Beritasatu.com%20-%20Laju%20inflasi%20tahun%20ke%20tahun,turun%20dari%20401%2C66%25%20yang%20tercatat%20pada%20bulan%20November.



Senin, 07 Juni 2021

[ECONOMIC FACTS] #6 : AMERIKA SERIKAT MENJADI TITIK EPISENTRUMNYA KRISIS EKONOMI GLOBAL 2008



Di postingan sebelumnya, Himajemen telah membahas mengenai krisis ekonomi pada tahun 1997-1998, yang dilatarbelakangi oleh masalah nilai tukar. Selanjutnya, pada postingan kali ini Himajemen akan membahas mengenai permasalahan ekonomi di tahun 2008.

Setelah tahun 1997-1998 Indonesia mengalami krisis moneter. Di mana Indonesia butuh waktu hampir enam tahun untuk pulih dari permasalahan tersebut, sehingga pada tahun 2004 ekonomi Indonesia berhasil kembali tumbuh dengan persentase 5%. Di tahun-tahun selanjutnya, Indonesia berusaha mengembalikan keadaan ekonomi agar normal secara bertahap. Pada masa-masa tersebut, harga komoditas ekspor utama dari Indonesia mengalami kenaikan seperti minyak sawit, batu bara, tembaga, dan karet. Sehingga perekonomian Indonesia dinilai sudah normal bahkan akan lebih membaik.

Pada saat bersamaan, harga minyak mentah dunia juga ikut mengalami kenaikan. Dilansir dari Tirto.id, menurut data Energy Information Administration (EIA), harga minyak WTI (West Texas Intermediate) atau minyak mentah Amerika Serikat (AS) yang pada era 1990-an hanya dikisaran 20 dolar AS per barel, meningkat menjadi rata-rata 31 dolar AS per barel pada 2003. Pada 2005, harga minyak mentah WTI rata-rata ada di kisaran 57 dolar AS per barel, dan meningkat lagi menjadi 66 dolar AS per barel pada 2006. Pada 2007, harga minyak WTI sudah ada di kisaran 85 dolar AS per barel.

Menurut EIA, kenaikan harga minyak terutama dipicu peningkatan permintaan akibat kuatnya laju pertumbuhan ekonomi. Pada 2006, permintaan minyak dunia meningkat hingga 1,1 juta barel per hari. Dari sisi suplai, OPEC justru memutuskan untuk memangkas produksinya. Sementara produksi dari non-OPEC tidak bisa menyamai level peningkatan konsumsi. Kenaikan harga minyak mentah dunia itu secara otomatis meningkatkan subsidi BBM. Pada saat itu, hampir 20% dari belanja APBN dihabiskan untuk subsidi BBM. Sebagian besar subsidi BBM itu diketahui tidak tepat sasaran. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya memutuskan untuk menaikkan harga BBM dua kali yakni pada Maret dan Oktober 2005 untuk mengurangi tekanan pada APBN. Pada Maret, harga bensin premium naik 33%, solar 27%. Sementara pada Oktober, kenaikannya lebih besar yakni 88% untuk jenis premium dan 105% untuk solar. Kenaikan harga BBM itu disambut oleh aksi demonstrasi diberbagai wilayah di Indonesia. Kenaikan harga minyak terus berlanjut, puncaknya terjadi pada kuartal kedua 2008, saat harga minyak melonjak menembus 120 dolar AS per barel. Pemerintah akhirnya kembali menaikkan harga BBM pada Mei 2008 yakni 33% untuk premium dan 28% untuk solar. Di tengah tekanan akibat lonjakan harga minyak, ekonomi Indonesia dan dunia mendapatkan pukulan dari krisis finansial global yang titik pusat awalnya dari Amerika Serikat.

Lalu, apa yang terjadi dengan Amerika Serikat sebagai pelaku ekonomi terbesar yang sangat berpengaruh di dunia global sehingga mengalami krisis ekonomi?

Sekitar tahun 2008, ada dua permasalahan ekonomi di dunia, yaitu krisis meningkatnya harga minyak seperti yang telah dipaparkan diatas, dan yang kedua adalah krisis finansial di Amerika Serikat.

Adanya peningkatan harga minyak yang sangat signifikan memberikan dampak yang serius terhadap perekonomian Amerika Serikat, ditambah pada saat itu terjadi krisis keuangan di Amerika Serikat yang berkembang menjadi krisis ekonomi global.

Di lansir dari Antara News, dalam buku yang dirilis Bappenas berjudul “Penyebab dan Dampak Krisis Keuangan Global”, disebutkan bahwa krisis keuanagn yang terjadi di AS berawal dari krisis kredit perumahan negara AS.

Pada tahun 1925 Amerika Serikat telah menetapkan Undang-Undang mengenai Mortgage (Hipotek). Hipotek subprima ini dapat didefinisikan sebagai surat hutang kepemilikan rumah atau KPR yang diberikan kepada masyarakat dengan kualitas kredit rendah (bi.go.id, 2017). Meningkatnya Hipotek Subprima sejatinya didorong oleh adanya kebijakan pemerintah AS yang ingin memudahkan warga negaranya untuk memiliki rumah (Board of Governors of the Federal Reserve System, 2017). Melalui kebijakan tersebut, bank terdorong untuk memberikan kredit pada siapapun bahkan pada orang yang kapasitas ekonominya di bawah standar.

Buku yang dirilis Bank Indonesia berjudul “Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2008” menyebutkan akibat terparah dari krisis ini adalah tidak berfungsinya sektor keuangan dunia. Profil risiko pinjam meminjam likuiditas tiba-tiba melonjak tinggi sepanjang tahun 2008, terlebih setelah bangkrutnya perusahaan-perusahaan besar di Amerika Serikat, seperti Lehman Brother AIG,  Fannie  Mae,  dan Freddie  Mac.  

 

Pada salah-satu sumber yang kami dapatkan di internet, bahwa terdapat enam penyebab terjadinya krisis ekonomi Amerika Serikat, pertama, penumpukkan hutang yang sangat besar. Kedua, adanya program pengurangan pajak korporasi yang mengakibatkan berkurangnya pendapatan negara. Ketiga, besarnya biaya yang dikeluarkan untuk membiayai perang Irak dan Afghanistan. Keempat, lembaga pengawas keuangan CFTC (Commodity Futures Trading Commision) tidak mengawasi ICE (Inter Continental Exchange) sebuah badan yang melakukan aktivitas perdagangan berjangka. Kelima, kerugian surat berharga properti, dan keenam adalah keputusan suku bunga murah yang mengakibatkan timbulnya spekulasi yang berlebihan. Penurunan suku bunga yang dilakukan oleh The Federal Reserve of The United States atau bank sentral Amerika yang kala itu dipimpin oleh master ekonom dunia Alan Greenspan membuat gejolak baru di pasar Amerika.

Krisis ekonomi di Amerika Serikat tersebut perlahan merambat menjadi krisis ekonomi global. Amerika Serikat sebagai salah satu episentrum ekonomi dunia, memiliki peran dan pengaruh terhadap perekonomian global. Perekonomian global merupakan suatu hal yang memiliki peran saling berhubungan dan saling ketergantungan antara satu dengan lainnya.

Pada awalanya krisis yang terjadi di Amerika Serikat berdampak negatif terhadap perekonomian negara-negara Eropa karena banyak sekali perusahaan Amerika Serikat yang berinvestasi di perusahaan-perusahaan Eropa, dan begitupula sebaliknya. Terjadinya penurunan modal investasi Amerika Serikat di negara-negara Eropa mengakibatkan pengurangan jumlah tenaga kerja, meningkatkan inflasi, dan lain sebagainya. Secara perlahan-lahan, hal tersebut berdampak negatif juga kepada perekonomian Asia. Di Asia bagian timur seperti Cina, Korea Selatan, dan Jepang yang disebut sebagai negara yang berpotensi menjadi raksasa ekonomi, terpengaruh juga oleh krisis ekonomi global.

Bagaimana dengan Indonesia?

Di  tengah  krisis  global  yang  dialami oleh  negara-negara di dunia, Indonesia termasuk negara yang tidak begitu parah menerima dampak dari krisis global ini. Alasannya sebagai berikut; Pertama, Indonesia tidak terlalu bergantung  pada  ekspor  dikarenakan  pangsa  ekspor Indonesia  tidak mencapai setengah dari GDP Indonesia.  Berbeda  dengan  negara  China  dan  Malaysia yang  memiliki    porsi  ekspor  yang  lebih  besar  (lebih dari 50 persen dari GDP). Kedua, sektor perbankan dan sektor finansial negara  kita tidak mengalami dampak seberat negara lain karena tingkat kebergantungannya tidak sedalam negara-negara lain. Ketiga, di samping terkena dampak yang relatif lebih kecil, penurunan bursa juga tidak terlalu memberikan pengaruh yang nyata pada gejolak ekonomi dalam negeri karena pelaku pasar saham hanyalah 0,5% dari penduduk Indonesia. Terakhir, Indonesia dapat dikatakan sebagai self sustaining economy karena potensi pasar domestik yang sangat besar sehingga  walaupun pasar luar negeri sedang lesu, pasar domestiknya sudah sangat besar. Namun, tetap saja karena terjadi krisis global, Indonesia juga tidak terlepas dari jeratan dampak krisis finansial 2008.

Sepanjang tahun 2008, tingkat inflasi di Indonesia mencapai 11,1% yang dipengaruhi oleh kenaikan harga BBM di pasar Internasional dan juga kenaikan harga bahan pokok. Bursa saham Indonesia juga terkena dampak cukup parah. Antara tahun 2007-2009, IHSG anjlok hingga 50-60%. Bank Indonesia lalu melakukan penurunan suku bunga dari 9,25% pada Desember 2008 menjadi sebesar 7,5% pada awal April 2009 yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Serta efek krisis global juga berdampak pada kemiskinan dan pengangguran yang tidak dapat sepenuhnya dihindari. Jika tidak ada krisis, tingkat pengentasan kemiskinan dan pengurangan pengangguran akan jauh lebih baik.  Akibatnya, Indonesia memiliki angka kemiskinan yang relatif tinggi dan tingkat  pengangguran daripada yang  seharusnya. Selain  itu, ditemukan bahwa  dampak krisis global relatif lebih kuat kepada rumah tangga pedesaan daripada rumah tangga perkotaan. Salah satu alasannya yaitu tingginya ketergantungan pada ekspor komoditas primer yang mayoritas diproduksi di daerah pedesaan. Kemudian, karena pasar tenaga kerja pedesaan jauh lebih fleksibel daripada di daerah perkotaan, dampak krisis global pada pengangguran pada tingkat pengangguran pedesaan relatif lebih lemah.

Sudah kita ketahui, sebelumnya Indonesia telah mengalami krisis ekonomi di tahun 1997-1998. Dampak dari krisis ekonomi tahun 2008 ini tidak separah dan tidak berkelanjutan seperti krisis di tahun 1997-1998. Dilansir dari Tirto.id, salah satu penyebabnya adalah eksposur perbankan dan lembaga keuangan Indonesia terhadap subprime mortgage yang relatif minimal. Tak hanya itu, pemerintah dan Bank Indonesia juga lebih kompak dalam menghadapi krisis ini. Belajar dari krisis di masa lalu, pemerintah langsung mengeluarkan sejumlah aturan untuk menghadapi kedatangan krisis.

Pada Oktober 2008, pemerintah mengeluarkan tiga Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu). Pertama, Perppu 2/2008 untuk memperkuat fungsi lender of the last resort  BI dengan memperluas macam aset yang bisa dijadikan agunan oleh bank untuk mendapatkan Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) dari BI. Kedua, Perppu 3/2008 untuk memperkuat peran LPS di masa krisis. Ketiga, Perppu 4/2008 mengenai Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) menetapkan mekanisme, tata cara, dan koordinasi antar lembaga yang bertugas dan berwenang mencegah dan menangani krisis. Bapepam-LK (kini melebur ke OJK) juga mengeluarkan aturan untuk mempermudah emiten melakukan buyback. Sementara BEI mengeluarkan larangan transaksi shortselling dan membatasi perdagangan marjin. Ini dimaksudkan untuk mengurangi aksi jual di tengah momentum penurunan harga. Langkah-langkah tersebut dimaksudkan untuk meredam volatilitas di pasar saham.

Pada medio Oktober 2008, BI menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) dari 9% menjadi 7% untuk kewajiban rupiah, kewajiban valas dari 3% turun menjadi 1%. Perhitungan GWM untuk bank-bank kecil disederhanakan. Dengan demikian, beban perbankan sedikit berkurang. Untuk mengatasi ketatnya likuiditas, pembatasan saldo harian pinjaman valas jangka pendek oleh bank-bank dihapuskan dan tenor fasilitas swap untuk memperoleh likuiditas diperpanjang dari 7 hari menjadi 1 bulan. Tidak seperti krisis 1997/1998, krisis finansial 2008 ini hanya berdampak sesaat. Memasuki semester II tahun 2009, tanda-tanda pemulihan ekonomi sudah mulai nampak. Pada tahun 2010, ekonomi sudah pulih yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang positif di angka 5%. Lesunya ekonomi negara-negara maju memang berdampak pada kinerja ekspor. Namun, hal itu terkompensasi dengan kuatnya permintaan domestik, ditambah lagi menguatnya perdagangan antar negara-negara emerging markets. Bank Indonesia dalam “Laporan Perekonomian Tahun 2008” yang diterbitkan April 2009 menuliskan, ekonomi 2008 tertolong oleh aktivitas ekonomi masyarakat. Hal itu terlihat dari total transaksi kliring yang mencerminkan aktivitas transaksi ritel di masyarakat yang mengalami peningkatan. Nilai transaksi kliring selama periode laporan meningkat 19,7% menjadi Rp1.664 triliun, atau rata-rata Rp6,8 triliun per hari. Dari sisi volume, jumlah transaksi meningkat 7,6% menjadi 85,6 juta transaksi atau rata-rata 349 ribu transaksi per hari. IHSG memang menurun, akan tetapi rata-rata harian perdagangan saham meningkat dari Rp4,29 triliun pada 2007 menjadi Rp4,41 triliun. Indikasi membaiknya kepercayaan investor juga terlihat dari aktivitas investor asing yang masih membukukan net beli sebesar Rp18,65 triliun pada 2008, meski angkanya di bawah tahun 2007 yang sebesar Rp32,92 triliun. Namun, porsi kepemilikan asing pada 2008 meningkat menjadi 67,8%. Harga obligasi negara tercatat hanya turun 5%. Total volume perdagangan obligasi negara tahun 2008 sebesar Rp1.246,7 triliun, dibandingkan tahun 2007 sebesar Rp1.564 triliun. Menutup tahun 2008, perbankan masih dalam kondisi baik. Menurut data Bank Indonesia, total aset perbankan meningkat dari Rp1.986,5 triliun (2007) menjadi Rp2.310.6 triliun. Dana Pihak Ketiga (DPK) meningkat dari Rp1.510,7 triliun (2007) menjadi Rp1.753,3 triliun. Kredit juga masih tumbuh, dari Rp1.045,7 triliun menjadi Rp1.353,6 triliun. NPL malah cenderung turun dengan NPL gross dari 4,6% menjadi 3,8%. Namun, CAR mengalami penurunan dari 19,2% menjadi 16,2%.

Sumber Tulisan :

Elsaryan.2009.Krisis Ekonomi Global 2008 Serta Dampaknya Bagi Perekonomian Indonesia. Di akses pada Senin, 31 Mei 2021 jam 15.39 WIB. Link : https://elsaryan.wordpress.com/2009/09/08/krisis-ekonomi-global-2008-serta-dampaknya-bagi-perekonomian-indonesia/

Kurmala,Azis.2020.Berawal dari Amerika Serikat, krisis keuangan menyebar ke Eropa, Asia.Jakarta:Antara News di akses pada Senin, 31 Mei 2021 jam 13.12 WIB. Link : https://www.google.com/amp/s/m.antaranews.com/amp/berita/1801289/berawal-dari-amerika-serikat-krisis-keuangan-menyebar-ke-eropa-asia

Pahlevy,M Rizky.2020.Krisis Finansial 2008 (Penyebab dan Dampak). Di akses pada 31 Mei 21 jam 15.15 WIB. Link : https://www.young-gans.com/2020/06/krisis-finansial-2008-penyebab-dan-dampak.html

Purwaka,Adjie Aditya.2009.Dampak Krisis____.Fisip UI

Putri,Sukma Ayu.2018.Penyebab Krisis Finansial Global tahun 2008: Kegagalan Financial Development dalam Mendorong Pertumbuhan dan Stabilitas Ekonomi.Jurnal Hubungan Internasional.Tahun XI.No.1 Hal 156-157

Pramisti,Nurul Qomariyah.2020.Krisis Finansial 2008, Bagaimana Indonesia Mengatasinya?:Tirto.id. Di akses pada Senin, 31 Mei 2021 jam 16.22 WIB. Link : https://tirto.id/krisis-finansial-2008-bagaimana-indonesia-mengatasinya-f7qD

Sugema,Iman.2012.Krisis Keuangan Global 2008-2009 dan Implikasinya pada Perekonomian Indonesia.Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI). Vol.17(3) Hal 146, 151


HIMPUNAN MAHASISWA PRODI MANAJEMEN: MANFAAT UNTUK MAHASISWA DAN PENGURUS 2024

  Himpunan Mahasiswa Prodi Manajemen (HIMAJEMEN) adalah organisasi mahasiswa yang mewadahi mahasiswa Program Studi Manajemen di Universitas ...